Cerpen
SURAT TERAKHIR
(Sebuah Cerpen yang kaya akan majas)
Oleh : Agus Mulyadi
Mas Pram....
SURAT TERAKHIR
(Sebuah Cerpen yang kaya akan majas)
Oleh : Agus Mulyadi
Mas Pram....
Izinkan aku menyapamu dalam surat ini seperti dulu ketika Mas masih ada di desaku dengan menyebut Mas Pram, sebagai penggilan akrab bila aku memanggil Mas, bahkan aku memanggilmu Mas Prof sebuah penggilan karena Mas Pram seorang yang cerdas dan berkacamata, walaupun kini tak pantas rasanya diucapkan oleh seorang guru TK terhadap seorang dosen yang sudang menyandang gelar S3 yang bertugas pada perguruan tinggi negeri ternama di kota Bandung sangat terhormat dan terpandang serta dikagumi karena kedudukan dan kecerdasannya.
Mas Pram....
Bagi Mas surat ini mungkin terlalu murahan dan sentimentil serta tidak sesuai dengan duniamu yang serba ilmiah, logis, dan teoritis. tapi aku tak mau tahu inilah suara hatiku yang harus kusampaikan pada Mas Pram sebelum aku meninggalkan kota Bandung ini, keputusan ini aku buat dari sisa-sisa keberanianku, apapun penilaian Mas pram aku terima.
Mas Pram....
Masih ingatkah Mas Pram terhadap seorang gadis yang desa ingusan yang sangat mengagumimu, seorang gadis desa ingusan yang sering Kau cubit pipi dan hidungnya, kata Mas aku lucu dan bikin geregetan, seorang gadis desa ingusan yang sering Kau bonceng dengan Hondamu yang sudah lusuh menyusuri jalan desa, seorang gadis desa ingusan yang sering Kau remas jemari tangannya ketika berpegangan berjalan-jalan menyusuri pematang-pematang sawah. Sulit kulukiskan dengan kata-kata betapa indah dan bahagiannya aku saat itu, dunia terasa berpihak kepadaku, memang aku ke-gr-an banget seorang gadis desa kelas tiga SMP bisa memikat seorang mahasiswa Unpad. Besar harapan itu kugantungkan pada Mas Pram untuk menjadi pendampingku di kemudian kelak. Kini baru kepikir aku jadi malu sendiri ternyata aku bukan gadis yang Kau cintai. Mas Pram ...... sungguh aku malu.
Mas Pram....
Memerah pipiku ketika Kau ucapkan, " Wulan Kamu cantik, Mas suka sama kamu, jadikan kecantikanmu sebagai bunga untuk mengharumkan desa ini, dengan kreatifitasmu, Kau harus sekolah setinggi-tingginya, Mas Pram siap membantunya jika Kau membutuhkan," Saat itu aku memaknai itu sebagai ungkapan cinta Mas Pram pada diriku aku bahagia sekali, dasar aku gadis tolol mengapa kalimat itu tak kumaknai hanya sebagai ucapan motivasi dari seorang yang sayang dan simpati padaku. Mas Pram, baru kini kusadari semua itu.
Mas Pram...
Di kota Bandung ini, setahun lamanya aku menunggu untuk bisa bertemu Mas Pram, dengan harapan bisa mewujudkan impianku bersanding dengan Mas Pram satu-satunya lelaki yang kucintai. Setelah lulus aku dari SMP banyak pemuda desa yang ingin melamarku aku tolak semuanya aku yakinkan pada orang tuaku aku ingin melanjutkan ke SMA. Orang tuaku mengikuti keinginanku karena sudah terpengaruh oleh saran Mas Pram. Setamat dari SMA aku melanjutkan ke D2 pendidikan guru TK, selesai pendidikan itu aku melamar menjadi guru PNS adan aku berhasil, aku ditugaskan di TK di mana anak Mas Pram sekolah. Semula aku tak tahu jika Pancar Ario Pramono adalah anak Mas Pram, hanya setiap kali aku memanggil dan menatapnya aku jadi teringat Mas Pram. Suatu hari aku penasaran aku tanya muridku yang bernama Pancar itu siapa ayah dan ibunya, jawabnya sungguh membuat jantungku terlepas ketika anak itu menjawab dengan penuh kebanggan " Papahku Dr. Pramono dan Bundaku Reva Anggraeni, SPd. Papahku seorang dosen dan bundaku guru kimia SMA". Pupus sudah harapanku untuk menjadi nyonya sang Dokter. Aku masih tak percaya aku tugaskan semua murid-muridku untuk belajar membuat bingkai photo ayah ibunya dari karton, dan ternyata kenyataan semua menghancurkan angan-anganku selama ini. Dr. Pramono adalah Mas Pram dan Reva Angraeni SPd. adalah Kak Reva teman mas Pram yang baik hati dan perhatian padaku ketika sama-sama melaksanakan KKN di desaku. Saat itu aku pergi meninggalkan semua murid-muridku, sementara aku menyendiri di kantor. Aku tak kuasa menahan air mataku, kristal bening itu terus bergulir dan mengalir di pipiku membentuk aliran sungai kecil. Hatiku menjerit, " Tuhan mengapa aku tak bisa lepas dari cinta ini kepada Mas Pram. Mas maafkan aku yang begitu mencintaimu.
Mas Pram...
Kalau saja gadis yang Mas nikahi itu bukan Kak Reva, sulit aku untuk menerima kenyataan itu. Aku mencoba untuk tersenyum mengantar kebahagiaanmu walau di lubuk hatiku aku menangis sebab sulit rasanya aku menghapus Mas Pram dari cintaku yang begitu tulus dan suci. Waktu itu aku tak tahu jika Kak Reva itu pacar Mas Pram aku tak menemukan kemesraan di antara Mas pram berdua, hanya aku masih ingat ketika Mas Pram pulang dari pertemuan dengan warga desa, saat itu Mas Pram pulang menjelang Isya, Kak Reva menghangatkan air untuk mandi Mas Pram, sabun dan handuk yang biasa dipakai Kak Reva diserahkan padaku sambil berkata, " Wulan suruh Mas Pram Mandi, air hangatnya sudah ada di kamar mandi dan katakan setelah mandi jangan lupa minum vitamin, vitaminnya ada di meja kamar Kak Reva". Setelah itu Kak Reva kembali pergi mengetik membuat bahan laporan. Kalau saja kejadian itu sekarang mungkin aku kan bertanya mengapa Kak Reva perhatian banget sama Mas Pram, membuatkan air hangat untuk mandi Mas Pram, sabun dan handuk yang dipakai Mas Pram selalu handuk Kak Reva. Sungguh Mas selain itu aku tidak menemukan kemesraan di antara Mas Pram dan Kak Reva, atau mungkin itulah gaya pacaran orang terpelajar. Mas, aku memang gadis tolol.
Mas Pram....
Aku malu sama kak Reva sebab dia tahu aku sangat mencintai Mas Pram, Aku sering curhat padanya tentang kekagumanku sama Mas Pram, saat itu Kak Reva setia mendengarkan pengakuanku sambil tersenyum. Kak Reva pernah menasehatiku sambil membelai rambutku karena aku memang manja padanya suka tidur-tiduran di pangkuan Kak reva, " Suka duka, benci cinta, sedih bahagia, sebenarnya kita yang membuat perasaan itu hadir pada kehidupan kita, maka sebelum yang kita tidak inginkan terjadi jangan terlalu menuruti kata hatimu, sebab dalam hidup ini tidak setiap yang kita inginkan bisa didapatkan, terkadang kenyataan bisa lebih menyakitkan daripada yang kita bayangkan sebelumnya, jangan menyukai sesuatu yang belum tahu asal-usul dan keberadaannya, Kakak sayang sama Wulan, kamu masih terlalu hijau, ada yang harus lebih Kau pentingkan yaitu sekolahmu, Kakak mengharap meskipun Wulan seorang wanita tapi di kemudian kelak Wulan bisa membangun desa ini". Suara lembut itu bak alunan seruling berirama syahdu memecah kesunyian di malam hari. Kak Reva memang seorang gadis cantik yang berperangai baik dan bijak, tidak heran kalau Mas Pram memilih dia untuk menjadi istri Mas Pram. Sungguh aku malu sama Kak Reva.
Mas Pram...
Aku ini pungguk merindukan bulan, jika saja mulut Kak Reva culas dan usil mingkin dia kan berkata," Aduh, dasar gadis cantik yang baik, tahu lelaki orang masih dicintai". Untung kak Reva bukan wanita yang demikian, Kak Reva adalah sang Subadra wanita pinilih dalam cerita pewayangan seorang sarjana, guru kimia sebuah SMA yang bijak, baik hatinya, dan berparas cantik, yang tak mungkin mengucapkan kata-kata yang menyinggung sekalipun dia tahu aku masih mencintai Mas Pram sebagai suaminya.
Mas Pram...
Meskipun waktumu tergangggu aku ingin kau selesaikan membaca suratku ini, melalui surat ini kucurahkan seluruh hatiku agar Kau tahu segalanya, Mas Pram adalah pelita hidupku dan pelita itu kini padam ditiup angin kenyataan, Aku yakin ketika surat ini sampai di tanganmu yang kutitipkan pada supirmu aku sudah sampai di desaku. Aku putuskan untuk mutasi ke desaku, aku kan mendirikan TK di desaku, surat-suratnya sudah kuurus berikut profosal pengajuan pendirian TK di desaku, semuanya disambut baik oleh kepala dinas. Aku mengikuti saranmu agar aku menjadi bunga yang mampu mengharumkan desaku. Aku juga memutuskan untuk menikah dengan Pak Mul yang guru agama itu yang dulu jadi pamong KKN kelompok Mas Pram, Pak mul memang sudah duda dia sudah punya anak dua, istrinya meninggal karena demam berdarah, Aku menerima lamarannya meskipun aku tak mencintainya, mungkin pertimbangannya karena Pak Mul lelaki yang baik dan sholeh, meskipun sebenarnya banyak lelaki bujangan yang seusiaku yang mau melamarku tapi entahlah aku lebih memilih Pek Mul untuk menjadi suamiku. Mas doakan yah, semoga Pak Mul sebaik mas Pram dan aku bisa menjadi istri yang baik pula sebaik Kak Reva. Doakan yah Mas.
Mas Pram...
Liontin yang bertuliskan hurup W dan S pemberian Mas Pram tak kupakai lagi, aku simpan di lemari di kamar Mas Pram waktu Mas masih kos di rumah orang tuaku. Saat itu masih ingat ketika Mas Pram mau kembali ke Bandung setelah menyelesaikan KKN di desaku, Mas Pram mengajaku pergi ke kebun, di sana kita duduk berdua di bawah pohon mangga, Mas Pram banyak memberikan saran, saran untuk ucapan perpisahan, aku terharu sat itu akan ditinggalkan oleh orang yang sangat kucintai, apalagi ketika Mas Pram memberikan hadiah liontin yang Mas kalungkan sendiri di leherku sambil berkata, " Wulan setiap kebersamaan pasti ada perpisahan, meskipun kita berat dengan apa yang disebut berpisah apalagi dengan orang yang sangat kita sayangi, tapi lambat atau cepat perpisahan itu akan terjadi pada setiap mahluk di dunia ini, hanya satu pesan Mas Pram jika Wulan mencintai Mas, Wulan harus melanjutkan sekolah sehingga Wulan menjadi wanita pintar yang bisa mengamalkan ilmunya untuk membangun desa ini, Insya Allah Mas Pram tak kan melupakan Wulan, dalam sisa kesibukan Mas, pasti mas kasih kabar lewat SMS atau telephon". Kala itu aku tak kuasa menahan gejolak hatiku, aku menangis memeluk Mas Pram. Masih ingatkah Mas atas kejadian itu?
Mas Pram...
Setahun setelah berpisah Mas Pram masih memberi kabar baik melalui SMS atau telephon walaupun tidak sering, dari sehari sekali, seminggu sekali, bahkan sampai sebulan sekali, Mas Pram beralasan sibuk dengan tugas kuliah, saat itu aku pun mengerti dengan kesibikan Mas Pram, tapi setelah setahun Mas Pram tak lagi kasih kabar nomor HP mas Pram tak bisa dihubungi lagi. Aku mendengar kabar Mas Pram mendapat bea siswa melanjutkan pendidikan S2 ke Australi, aku sangat sedih saat itu tak bisa menghubingi Mas Pram, tapi aku mencoba untuk mengerti akan semua ini karena aku masih punya harapan pada akhirnya kita bisa bertemu kembali untuk merajut benang cinta yang sempat tertunda. Itulah yang membuat semangatku menggebu untuk melanjutkan studiku dan setelah selesai pendidikan sengaja aku melamar PNS di kota Bandung dan aku berhasil menjadi guru TK di sana. Sebenarnya saat itu hatiku berkecamuk karena untuk ukuran wanita di desaku aku termasuk perawan tua tapi aku mampu mengesampingkan perasaan itu karena satu harapanku aku ingin menjadi istri Mas Pram, aku bertugas di kota Bandung sambil menunggu dan mencari keberadaan Mas Pram, sampai akhirnya setelah 10 tahun dalam penantian hancur sudah harapan itu, Mas Pram yang kunanti selama ini ternyata telah menikah dengan wanita lain..
Mas Pram..
Meskipun tangan ini sudah malas menulis tetapi hatiku memaksanya untuk terus menulis sampai hati ini puas, karena surat ini surat terakhir buat mas Pram, Aku menulis surat ini ketika malam dihiasi bintang, bulan pun tak tertutup awan cahayanya semakin menggelorakan rinduku padamu, Aku berpikir mungkin Mas Pram sedang berkumpul bersama Kak Reva dan silucu Anak Mas, Pancar, rumah tangga yang penuh kebahagiaan . Mengingat itu aku jadi tak bisa melanjutkan surat ini, aku ingin menangis, menangis, dan terus menangis.......aku tak kuat lagi .... maafkan aku, Salam buat Kak Reva dan Anak mu Pancar..
Bandung, 7 Pebruari 2005
Yang mencintaimu
Wulan Alamiah
.
.
Mas Pram...
Di kota Bandung ini, setahun lamanya aku menunggu untuk bisa bertemu Mas Pram, dengan harapan bisa mewujudkan impianku bersanding dengan Mas Pram satu-satunya lelaki yang kucintai. Setelah lulus aku dari SMP banyak pemuda desa yang ingin melamarku aku tolak semuanya aku yakinkan pada orang tuaku aku ingin melanjutkan ke SMA. Orang tuaku mengikuti keinginanku karena sudah terpengaruh oleh saran Mas Pram. Setamat dari SMA aku melanjutkan ke D2 pendidikan guru TK, selesai pendidikan itu aku melamar menjadi guru PNS adan aku berhasil, aku ditugaskan di TK di mana anak Mas Pram sekolah. Semula aku tak tahu jika Pancar Ario Pramono adalah anak Mas Pram, hanya setiap kali aku memanggil dan menatapnya aku jadi teringat Mas Pram. Suatu hari aku penasaran aku tanya muridku yang bernama Pancar itu siapa ayah dan ibunya, jawabnya sungguh membuat jantungku terlepas ketika anak itu menjawab dengan penuh kebanggan " Papahku Dr. Pramono dan Bundaku Reva Anggraeni, SPd. Papahku seorang dosen dan bundaku guru kimia SMA". Pupus sudah harapanku untuk menjadi nyonya sang Dokter. Aku masih tak percaya aku tugaskan semua murid-muridku untuk belajar membuat bingkai photo ayah ibunya dari karton, dan ternyata kenyataan semua menghancurkan angan-anganku selama ini. Dr. Pramono adalah Mas Pram dan Reva Angraeni SPd. adalah Kak Reva teman mas Pram yang baik hati dan perhatian padaku ketika sama-sama melaksanakan KKN di desaku. Saat itu aku pergi meninggalkan semua murid-muridku, sementara aku menyendiri di kantor. Aku tak kuasa menahan air mataku, kristal bening itu terus bergulir dan mengalir di pipiku membentuk aliran sungai kecil. Hatiku menjerit, " Tuhan mengapa aku tak bisa lepas dari cinta ini kepada Mas Pram. Mas maafkan aku yang begitu mencintaimu.
Mas Pram...
Kalau saja gadis yang Mas nikahi itu bukan Kak Reva, sulit aku untuk menerima kenyataan itu. Aku mencoba untuk tersenyum mengantar kebahagiaanmu walau di lubuk hatiku aku menangis sebab sulit rasanya aku menghapus Mas Pram dari cintaku yang begitu tulus dan suci. Waktu itu aku tak tahu jika Kak Reva itu pacar Mas Pram aku tak menemukan kemesraan di antara Mas pram berdua, hanya aku masih ingat ketika Mas Pram pulang dari pertemuan dengan warga desa, saat itu Mas Pram pulang menjelang Isya, Kak Reva menghangatkan air untuk mandi Mas Pram, sabun dan handuk yang biasa dipakai Kak Reva diserahkan padaku sambil berkata, " Wulan suruh Mas Pram Mandi, air hangatnya sudah ada di kamar mandi dan katakan setelah mandi jangan lupa minum vitamin, vitaminnya ada di meja kamar Kak Reva". Setelah itu Kak Reva kembali pergi mengetik membuat bahan laporan. Kalau saja kejadian itu sekarang mungkin aku kan bertanya mengapa Kak Reva perhatian banget sama Mas Pram, membuatkan air hangat untuk mandi Mas Pram, sabun dan handuk yang dipakai Mas Pram selalu handuk Kak Reva. Sungguh Mas selain itu aku tidak menemukan kemesraan di antara Mas Pram dan Kak Reva, atau mungkin itulah gaya pacaran orang terpelajar. Mas, aku memang gadis tolol.
Mas Pram....
Aku malu sama kak Reva sebab dia tahu aku sangat mencintai Mas Pram, Aku sering curhat padanya tentang kekagumanku sama Mas Pram, saat itu Kak Reva setia mendengarkan pengakuanku sambil tersenyum. Kak Reva pernah menasehatiku sambil membelai rambutku karena aku memang manja padanya suka tidur-tiduran di pangkuan Kak reva, " Suka duka, benci cinta, sedih bahagia, sebenarnya kita yang membuat perasaan itu hadir pada kehidupan kita, maka sebelum yang kita tidak inginkan terjadi jangan terlalu menuruti kata hatimu, sebab dalam hidup ini tidak setiap yang kita inginkan bisa didapatkan, terkadang kenyataan bisa lebih menyakitkan daripada yang kita bayangkan sebelumnya, jangan menyukai sesuatu yang belum tahu asal-usul dan keberadaannya, Kakak sayang sama Wulan, kamu masih terlalu hijau, ada yang harus lebih Kau pentingkan yaitu sekolahmu, Kakak mengharap meskipun Wulan seorang wanita tapi di kemudian kelak Wulan bisa membangun desa ini". Suara lembut itu bak alunan seruling berirama syahdu memecah kesunyian di malam hari. Kak Reva memang seorang gadis cantik yang berperangai baik dan bijak, tidak heran kalau Mas Pram memilih dia untuk menjadi istri Mas Pram. Sungguh aku malu sama Kak Reva.
Mas Pram...
Aku ini pungguk merindukan bulan, jika saja mulut Kak Reva culas dan usil mingkin dia kan berkata," Aduh, dasar gadis cantik yang baik, tahu lelaki orang masih dicintai". Untung kak Reva bukan wanita yang demikian, Kak Reva adalah sang Subadra wanita pinilih dalam cerita pewayangan seorang sarjana, guru kimia sebuah SMA yang bijak, baik hatinya, dan berparas cantik, yang tak mungkin mengucapkan kata-kata yang menyinggung sekalipun dia tahu aku masih mencintai Mas Pram sebagai suaminya.
Mas Pram...
Meskipun waktumu tergangggu aku ingin kau selesaikan membaca suratku ini, melalui surat ini kucurahkan seluruh hatiku agar Kau tahu segalanya, Mas Pram adalah pelita hidupku dan pelita itu kini padam ditiup angin kenyataan, Aku yakin ketika surat ini sampai di tanganmu yang kutitipkan pada supirmu aku sudah sampai di desaku. Aku putuskan untuk mutasi ke desaku, aku kan mendirikan TK di desaku, surat-suratnya sudah kuurus berikut profosal pengajuan pendirian TK di desaku, semuanya disambut baik oleh kepala dinas. Aku mengikuti saranmu agar aku menjadi bunga yang mampu mengharumkan desaku. Aku juga memutuskan untuk menikah dengan Pak Mul yang guru agama itu yang dulu jadi pamong KKN kelompok Mas Pram, Pak mul memang sudah duda dia sudah punya anak dua, istrinya meninggal karena demam berdarah, Aku menerima lamarannya meskipun aku tak mencintainya, mungkin pertimbangannya karena Pak Mul lelaki yang baik dan sholeh, meskipun sebenarnya banyak lelaki bujangan yang seusiaku yang mau melamarku tapi entahlah aku lebih memilih Pek Mul untuk menjadi suamiku. Mas doakan yah, semoga Pak Mul sebaik mas Pram dan aku bisa menjadi istri yang baik pula sebaik Kak Reva. Doakan yah Mas.
Mas Pram...
Liontin yang bertuliskan hurup W dan S pemberian Mas Pram tak kupakai lagi, aku simpan di lemari di kamar Mas Pram waktu Mas masih kos di rumah orang tuaku. Saat itu masih ingat ketika Mas Pram mau kembali ke Bandung setelah menyelesaikan KKN di desaku, Mas Pram mengajaku pergi ke kebun, di sana kita duduk berdua di bawah pohon mangga, Mas Pram banyak memberikan saran, saran untuk ucapan perpisahan, aku terharu sat itu akan ditinggalkan oleh orang yang sangat kucintai, apalagi ketika Mas Pram memberikan hadiah liontin yang Mas kalungkan sendiri di leherku sambil berkata, " Wulan setiap kebersamaan pasti ada perpisahan, meskipun kita berat dengan apa yang disebut berpisah apalagi dengan orang yang sangat kita sayangi, tapi lambat atau cepat perpisahan itu akan terjadi pada setiap mahluk di dunia ini, hanya satu pesan Mas Pram jika Wulan mencintai Mas, Wulan harus melanjutkan sekolah sehingga Wulan menjadi wanita pintar yang bisa mengamalkan ilmunya untuk membangun desa ini, Insya Allah Mas Pram tak kan melupakan Wulan, dalam sisa kesibukan Mas, pasti mas kasih kabar lewat SMS atau telephon". Kala itu aku tak kuasa menahan gejolak hatiku, aku menangis memeluk Mas Pram. Masih ingatkah Mas atas kejadian itu?
Mas Pram...
Setahun setelah berpisah Mas Pram masih memberi kabar baik melalui SMS atau telephon walaupun tidak sering, dari sehari sekali, seminggu sekali, bahkan sampai sebulan sekali, Mas Pram beralasan sibuk dengan tugas kuliah, saat itu aku pun mengerti dengan kesibikan Mas Pram, tapi setelah setahun Mas Pram tak lagi kasih kabar nomor HP mas Pram tak bisa dihubungi lagi. Aku mendengar kabar Mas Pram mendapat bea siswa melanjutkan pendidikan S2 ke Australi, aku sangat sedih saat itu tak bisa menghubingi Mas Pram, tapi aku mencoba untuk mengerti akan semua ini karena aku masih punya harapan pada akhirnya kita bisa bertemu kembali untuk merajut benang cinta yang sempat tertunda. Itulah yang membuat semangatku menggebu untuk melanjutkan studiku dan setelah selesai pendidikan sengaja aku melamar PNS di kota Bandung dan aku berhasil menjadi guru TK di sana. Sebenarnya saat itu hatiku berkecamuk karena untuk ukuran wanita di desaku aku termasuk perawan tua tapi aku mampu mengesampingkan perasaan itu karena satu harapanku aku ingin menjadi istri Mas Pram, aku bertugas di kota Bandung sambil menunggu dan mencari keberadaan Mas Pram, sampai akhirnya setelah 10 tahun dalam penantian hancur sudah harapan itu, Mas Pram yang kunanti selama ini ternyata telah menikah dengan wanita lain..
Mas Pram..
Meskipun tangan ini sudah malas menulis tetapi hatiku memaksanya untuk terus menulis sampai hati ini puas, karena surat ini surat terakhir buat mas Pram, Aku menulis surat ini ketika malam dihiasi bintang, bulan pun tak tertutup awan cahayanya semakin menggelorakan rinduku padamu, Aku berpikir mungkin Mas Pram sedang berkumpul bersama Kak Reva dan silucu Anak Mas, Pancar, rumah tangga yang penuh kebahagiaan . Mengingat itu aku jadi tak bisa melanjutkan surat ini, aku ingin menangis, menangis, dan terus menangis.......aku tak kuat lagi .... maafkan aku, Salam buat Kak Reva dan Anak mu Pancar..
Bandung, 7 Pebruari 2005
Yang mencintaimu
Wulan Alamiah
.
.
terus berkarya
BalasHapus